Daerah  

XTC Purwakarta Gelar Aksi Evaluasi 100 Hari: Kritik Kepemimpinan Bupati yang Dinilai Tak Mandiri

Purwakarta, SuaraKiri.com — Dewan Pimpinan Cabang XTC Indonesia Kabupaten Purwakarta menggelar aksi terbuka bertajuk “Seruan Aksi 100 Hari Evaluasi Bupati & Wakil Bupati”, sebagai bentuk kritik keras terhadap jalannya pemerintahan daerah selama 100 hari pertama.

Aksi dimulai pukul 14.00 WIB dengan titik kumpul di Wisma menuju Pengadilan Negeri Purwakarta, sebelum melanjutkan konvoi ke Kantor DPRD dan Pemda Kabupaten Purwakarta.

Ketua XTC Purwakarta, Hengky Suan, S.H., menyatakan bahwa aksi ini tidak hanya menyasar Bupati, tetapi juga menyasar kinerja DPRD sebagai lembaga legislatif yang dinilai belum memberikan peran signifikan dalam pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan.

“Kami menilai tidak ada output nyata dari pemikiran Bupati selama 100 hari ini. Semua langkah dan kebijakan tampak hanya berdasarkan perintah dari atasannya, yakni Gubernur. Ini yang kami sebut terlalu ‘patsun’,” ujar Hengky di sela aksi.

Menurut Hengky, ketidakmandirian pemimpin daerah sangat berbahaya bagi pembangunan Purwakarta. Ia menegaskan bahwa Bupati seharusnya memiliki kemandirian dalam berpikir dan bertindak, bukan hanya sekadar menjalankan instruksi dari otoritas di atasnya.

“Kalau begini terus, program kerja yang dicanangkan tidak akan pernah berjalan. Bupati seolah takut mengambil keputusan sebagai pemimpin tunggal daerah. Ini krusial karena independensi pemimpin daerah itu mutlak,” lanjutnya.

Hengky juga menyoroti disharmoni antara Bupati dan Wakil Bupati yang dianggap menjadi salah satu penghambat jalannya pemerintahan.

Salah satunya terkait program PIP (Program Indonesia Pintar) yang sempat menjadi bahan sindiran terbuka antar dua pemimpin tersebut.

“Ada ketidaksinkronan yang sangat terasa. Wakil Bupati menyinggung soal PIP di satu forum, Bupati menanggapi di tempat lain. Bukannya satu suara, malah membingungkan masyarakat,” katanya.

Lebih jauh, Hengky menyinggung soal penggusuran warga di kawasan Tegal Junti yang menurutnya berlangsung secara paksa.

Dalam pertemuan dengan Sekda yang menggantikan kehadiran Bupati, dijelaskan bahwa proses penggusuran dilakukan atas dasar kesepakatan warga. Namun XTC menemukan bukti sebaliknya.

“Di lapangan kami temukan adanya paksaan. Bahkan ada warga yang tidak menandatangani persetujuan tapi tetap digusur. Ini bentuk pelanggaran hak,” tegasnya.

Sebagai tindak lanjut, Hengky menyebut bahwa pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada pemerintah daerah pada hari Senin mendatang untuk menuntut klarifikasi dan pertanggungjawaban atas pernyataan Sekda.

Aksi ini ditutup dengan seruan tegas dari massa aksi bahwa kritik adalah bentuk cinta paling nyata terhadap daerah, dan diam terhadap ketidakadilan justru merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *