Purwakarta , SuaraKiri.com – Perayaan Idul Adha setiap tahun bukan hanya sebatas ritual keagamaan, melainkan juga momentum untuk menumbuhkan solidaritas sosial dalam masyarakat. Dalam konteks ini, nilai-nilai Idul Adha selaras dengan semangat sosialisme, yaitu menempatkan kepentingan kolektif dan keadilan sosial di atas kepentingan individu.
Idul Adha merujuk pada peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya demi menjalankan perintah Tuhan. Namun, lebih dari sekadar kisah teologis, semangat pengorbanan ini menanamkan nilai-nilai empati, keikhlasan, dan tanggung jawab sosial terhadap sesama manusia, terutama mereka yang kurang mampu.
Praktik penyembelihan hewan kurban dan distribusinya kepada fakir miskin mencerminkan distribusi kekayaan yang lebih adil, sebagaimana cita-cita sosialisme klasik. Menurut Karl Marx, ketimpangan sosial dan penumpukan kapital oleh segelintir elit menjadi akar eksploitasi kelas. Dalam praktik Idul Adha, Islam menawarkan mekanisme yang secara simbolik menentang penumpukan kekayaan dengan cara berbagi kepada yang papa, sebagai bentuk redistribusi kekayaan yang bersifat spiritual dan sosial (Marx, Capital, 1867).
Lebih lanjut, sosiolog Muslim seperti Ali Shariati, dalam karyanya Hajj (1980), menekankan bahwa ibadah dalam Islam, termasuk Idul Adha, memiliki dimensi revolusioner dan kolektif. Menurutnya, penyembelihan hewan kurban bukan hanya simbol ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga perlawanan terhadap egoisme, kapitalisme, dan struktur sosial yang menindas. Dalam pandangan Shariati, Islam dan sosialisme tidak bertentangan, justru saling melengkapi dalam membangun masyarakat yang berkeadilan.
Idul Adha mengajarkan bahwa keberagamaan sejati tak hanya diukur dari ibadah personal, tetapi juga dari sejauh mana umat Islam terlibat dalam membangun masyarakat tanpa jurang kaya-miskin yang lebar. Dengan menyandingkan Idul Adha dan sosialisme, kita diajak merefleksikan bahwa pengorbanan terbaik adalah ketika seseorang mampu menyisihkan sebagian rezekinya untuk kebahagiaan orang lain bukan karena paksaan, tapi karena cinta dan solidaritas.