Aktivis Muda Purwakarta Andry Fernandes Soroti Surat Edaran Jam Malam Pelajar: “Bertentangan dengan Hak Asasi Manusia

Purwakarta, SuaraKiri.com — Kebijakan Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Surat Edaran Bupati Nomor: 100.3.4/916-Disdik/2025 tentang pembatasan jam malam bagi peserta didik, mendapat sorotan tajam dari aktivis muda Purwakarta, Andry Fernandes.

Dalam keterangannya kepada tim Suarakiri.com , Andry menyebut bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia. Ia menilai bahwa setiap manusia, termasuk pelajar, memiliki hak atas kebebasan hidup, termasuk untuk mengekspresikan diri di luar jam sekolah.Rabu (4/6)

“Setiap manusia mempunyai hak dalam hidupnya, terutama hak hidup kebebasan. Saya menilai bahwa penertiban jam malam bagi pelajar yang masih nongkrong itu bertentangan dengan hak asasi manusia,” tegas Andry.

Andry juga mengkritisi dasar hukum dari surat edaran tersebut. Menurutnya, aturan itu tidak memiliki kekuatan hukum yang sah dan hanya bersifat administratif.

“Apalagi dengan aturan yang tidak berkekuatan hukum, tanpa dasar hukum yang jelas karena hanya sebatas melalui surat edaran…”

Selain aspek hak dan hukum, ia menyoroti dampak ekonomi dari kebijakan tersebut terhadap pelaku usaha kecil yang bergantung pada aktivitas malam hari.

“Dampak yang terjadi dengan adanya penertiban larangan pelajar keluar malam, pertumbuhan ekonomi di Purwakarta akan berkurang. Karena para pelaku UMKM yang bukanya di jam malam akan menjadi berkurang pendapatannya.”

Tak hanya dari sisi ekonomi, Andry menilai kebijakan ini juga dapat membatasi ruang ekspresi pelajar.

“Bagi anak sekolah, mereka akan merasa jenuh. Karena jam belajar itu hanya saat sekolah saja. Setelah pulang sekolah tidak lagi sedang belajar. Waktu untuk berekspresi bagi anak sekolah yang pada umumnya masih muda dalam tahap pengenalan diri, mencari jati diri, akan menjadi terkekang.”

Menurut Andry, tanggung jawab membimbing anak agar tidak terlibat dalam aktivitas negatif di malam hari semestinya berada di tangan orang tua, bukan diatur melalui kebijakan pemerintah.

“Terkait bagaimana mengarahkan anak sekolah tidak nongkrong terlarut malam, itu hanya ada pada aturan yang berlaku dimiliki orang tuanya saja, bagaimana cara orang tua mendikte anaknya.”

Andry pun mempertanyakan arah demokrasi di Indonesia bila kebijakan seperti ini diberlakukan tanpa diskusi publik yang inklusif.

“Apakah ini yang dinamakan negara demokrasi kalau ada kebijakan yang seperti ini???”

Ia juga menyanggah alasan keamanan yang sering dipakai sebagai dasar kebijakan, dengan mempertanyakan keberadaan aparat penegak hukum.

“Mencegah agar tidak adanya tawuran??? Untuk apa ada aparat penegak hukum kalau gitu??? Seharusnya jika memang atas dasar pencegahan agar tidak adanya tawuran antar anak sekolah, antar anak muda di jam malam, saya rasa yang harus didorong itu adalah aparat penegak hukumnya untuk menjaga kondusifitas di jam malam… bukan malah membuat aturan yang bertentangan dengan hak asasi manusia….”

Diketahui, surat edaran yang dikeluarkan Bupati Purwakarta pada 28 Mei 2024 tersebut merupakan turunan dari kebijakan Gubernur Jawa Barat. Isinya mewajibkan pelajar untuk tidak berada di luar rumah antara pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, kecuali dalam kondisi tertentu. Pemerintah juga meminta dukungan dari Satpol PP, camat, lurah, dan kepala desa untuk mengawasi implementasinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *